Cerpen: Kejutan yang Benar-Benar Menyakitkan

Kejutan yang Benar-Benar Menyakitkan
oleh: Desy Salfana

"San, tungguin dong...!" teriakku sampai terengah-engah mengejar Sandy. "Duuh lelet banget sih. Ayo cepat..," ucapnya kesal. Sudah dua tahun ini aku mengenalnya, sosok cowok yang misterius bertubuh cungkring. Gayanya sok cuek, gak peduli orang lain. Cowok yang mencintaiku, tapi hanya kuanggap sebagai seorang sahabat.

Meski dua tahun bersahabat sama dia, aku merasa belum mengerti dia, lebih-lebih setahun terakhir ini. Ada sesuatu yang disembunyikan dari aku. Dia lebih tertutup kepadaku. Padahal, dulu dia sering curhat tentang apa saja kepadaku. "San, kamu lagi menyembunyikan sesuatu dari aku ya...? Kok kamu beda. Nggak seperti dulu lagi. Ada apa sih San?" tanyaku menyelidik. "Ah kamu nih Lin, ada-ada aja. Memang apa yang harus disembunyikan. Gak ada kok, paling-paling yang beda aku jadi lebih cakep he..he..he..," guraunya sekenanya.

Jujur, aku nggak puas dengan jawaban Sandy. Ingin kukorek jawaban lainnya, tapi kuurungkan setelah kulihat wajahnya yang lesu dan terlihat nggak semangat hari ini. Aku tidak ingin membuatnya tambah bete.

Suatu malam di jalan, sepulang dari toko buku, tiba-tiba mataku tertuju pada sosok cowok berkaus merah. Badannya kurus. Penampilannya acak-acakan. Dia tak lain adalah Sandy. Aneh, tadi kuajak beli buku katanya sakit eh kok malah nongkrong sama anak-anak jalanan. Belum juga aku memanggilnya, dia beranjak dari tempatnya.

"Ayo... mana bagianku..," sayup-sayup kudengar suaranya. Kudekati dia dan astaghfirullah. Apa yang kulihat sungguh di luar dugaanku.

"San, apa-apaan ini?" teriakku sambil terisak.

"Kenapa San, kenapa? Kenapa?" berulang-ulang aku membentaknya.

"Sudahlah Lin, sudah... nggak perlu kamu sok ngurusi aku, sok peduliin aku. Aku tidak perlu perhatianmu, pulang sana."

Badanku terasa hangat oleh sinar mentari yang menerobos masuk kamar kosku. Aku terbangun, termenung memikirkan kejadian semalam. Aku tidak habis pikir, kejadian semalam bukanlah mimpi, tapi kenyataan, kenyataan yang pahit.

"Assalamualaikum...," suara salam dari balik pintu membuyarkan pikiranku.

"Waalaikumsalam. Kamu San, masuk," kataku sambil menyodorkan kursi untuknya.

"Lin, maafin aku ya Lin, selama ini aku bohong sama kamu. Aku pemakai Lin. Apa yang kamu lihat kemarin memang nyata. Aku tahu kamu kecewa, kamu benci sama aku," katanya lirih.

"Iya... tapi kenapa? Kenapa kamu lakukan San? Kamu harus akhiri ini semua," ucapku sambil terisak.

"Maaf Lin, aku sudah lama make Lin, jauh sebelum aku mengenalmu. Aku salah bergaul, tapi beberapa bulan terakhir ini aku sudah mulai berhenti. Aku sudah menguranginya Lin. Maafkan aku Lin, aku janji demi kamu aku akan berhenti. Hari ini, aku juga ingin pamit sama kamu. Aku akan pergi beberapa minggu ke luar kota ada urusan pekerjaan," pamitnya kepadaku.

***

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tak terasa dua bulan berlalu, tiada kabar dari Sandy. Tiba-tiba telepon berdering.

"Assalamualaikum. Lin, aku akan pulang hari ini. Datang ke rumah sore ini ya, akan ada kejutan untukmu," suara Sandy dari seberang sana. Hatiku serasa diguyur air segar di tengah padang pasir, senang sekali menerima telepon darinya.

Aku berdandan secantik-cantiknya sore ini, lalu segera berangkat ke rumah Sandy. Aku nggak mau telat. Aku ingin saat dia pulang aku sudah ada di rumahnya. Aku juga akan memberinya kejutan bahwa aku sangat mencintainya lebih dari seorang sahabat, bahwa kini aku menerima cintanya.

Sore yang kunanti telah tiba, baru beberapa langkah aku menuju halaman rumahnya. Tiba-tiba langkahku terhenti ... kenapa banyak kursi berjejer di depan rumah Sandy, ada bendera kuning terpasang didepan rumah. Bergegas aku masuk rumah.

"Dia telah pergi Nak Lina. Saat perjalanan ke rumah, taksi yang dia tumpangi tertabrak kereta," ucap tante Ayu terisak sambil memelukku.

Aku lemas tak bisa berkata apa-apa, lalu semua gelap. Inikah kejutan darimu San? Kejutan yang benar-benar menyakitkan.

Read More......

TeenLit: Aerial

Aerial
oleh: Sitta Karina

Sinopsis:

"Kamu familiar. Bau darahmu familiar."
"Aku sama sekali tidak mengenalmu."
"Kamu tahu siapa aku, Putri."


Sadira si Putri Matahari dan Hassya sang Pangeran Kegelapan merupakan musuh bebuyutan dari dua negeri yang saling bertolak belakang; yang satu menjadikan matahari sebagai sumber hidupnya, satu lagi akan terbakar apabila terpapar langsung oleh sinarnya. Awalnya Sadira berpikir klan Kegelapan adalah sekumpulan monster sampai tanpa sengaja ia diselamatkan oleh Hassya yang berkulit pucat, tampan, dingin, seenaknya sendiri, namun memiliki sorot mata yang jujur.

Menurut ramalan kuno, apabila mereka bersatu maka kedua bangsa tersebut akan menghadapi kehancuran. Namun Hassya bertekad akan melawan apa pun yang menghalangi mereka dan menjadi pelindung bagi Sadira.

Untuk mencegah kehancuran tersebut, Antya, adik Sadira, dan Linc, si kuda terbang putih, berusaha memanggil penolong dari dunia lain---Laskar dan Sashika, pelajar SMU Surya Ilmu---dunia yang hutannya tidak seindah di negeri mereka serta dipenuhi bangunan pencakar langit.

Dunia yang akan mendukung cinta Sadira dan Hassya sepenuhnya.

"Reading this novel, I keep on trying to visualize every detail from Sitta's great imagination..."
Anita Moran, Editor-in-Chief and Creative Director of Gogirl! magazine

"Sitta Karina adalah penulis novel remaja yang berjiwa sastra...."
Kristy M. Baskoro, penikmat novel Sitta Karina jarak jauh, pelajar di Uniworld High School , Sydney



Read More......

Cerpen: En, Apa Kau Memaafkanku?

En, Apa Kau Memaafkanku?
oleh: Abd. Qodir al-Amin

Hari ini terasa begitu melelahkan. Setumpuk buku masih berserakan di atas meja. Berlembar-lembar makalah yang berjejal di meja komputer membuatku amnesia. Satu minggu lagi desertasiku harus selesai. Aku benar-benar dikejar waktu. Entahlah, untuk hari ini saja, aku benar-benar ingin istirahat. Sejenak melepas ratusan tesis yang memusingkan. Kutatap barisan rak buku yang membuat kamarku terasa sempit. Tiba-tiba saja mataku tertuju pada rak di pojok ruangan. Rak itu tempat khusus untuk menyimpan file-file pribadiku. Ah… sudah lama tak kujamah rak itu. Sebuah buku bersampul biru muda menarik perhatianku. “Kumpulan Manuskrip Biru”.

Ya, lebih baik kubaca manuskrip ini saja. Mungkin dengan berkelana di masa silam, penat di kepalaku dapat berkurang. Aku berharap akan menemukan sesuatu yang lucu di sana, atau kenangan-kenangan yang mampu membuatku bersemangat lagi, setidaknya, aku dapat terhibur dengan mengarungi masa lalu.

Amboi, betapa kenangan benar-benar hantu yang tak mampu kubunuh. Ia seperti orang tua yang mengajariku untuk berbuat sesuatu yang lebih baik. Tak jarang, masa lalu seperti Ayahku yang menghukumku karena berbuat kesalahan, ada kalanya membelaiku lembut bak seorang Ibu. Hmm.. mungkin aku berpendapat bahwa masa lalu adalah orang tua ketigaku setelah Ayah-Ibu dan Guruku.

Selembar demi selembar kujelajahi tulisan-tulisan yang mengabadikan kisah-kisahku. Aku mulai serius ketika sampai kepada halaman berjudul “Kotak Pink-ku Sayang”. Sebuah file yang kutulis dan kukirimkan kepada seseorang. Ah, di sini, aku benar-benar tidak menyukai masa lalu. Tiap kali membaca bagian ini, bagian “Kotak Pink-ku Sayang,” serasa masa lalu benar-benar telah memberikan hukuman abadi untukku, hukuman yang tak pernah lepas dari tubuhku. Hukuman yang mungkin akan menyiksaku seumur hidup. En, apa kau memaafkan aku?

Kepada: En

Halo, En! Maaf ya, aku nulis surat buat kamu. Tak apa-apa kan… Halo, En! Aku minta pendapat, gambar ini bagus ya? Aku sudah lama sekali melupakan gambar ini. Gambar boneka panda yang lucu. Iya..ya.. gambar boneka panda, bukan gambar seekor panda, tapi gambar boneka panda. Kamu pasti tahu! Kalau lupa, coba ingat-ingat! Bertahun-tahun yang lalu, gambar ini begitu melekat dalam hidupku. Kamu bisa melihat, kan… wajahnya sendu. Meski tersenyum, gambar ini kelihatan menyembunyikan sesuatu… sesuatu yang begitu sedih. Tersimpan rapat-rapat dalam hati yang sepi…dan sungguh! Tiap kali aku memandang gambar ini, aku selalu ingin berubah menjadi seekor induk panda, Iya…ya… seekor induk panda yang akan menghapus kesedihannya, seekor induk panda yang akan melindunginya dari dingin, atau seekor induk yang akan mengajaknya bermain, bernyanyi dan bergembira.

Ya, bertahun-tahun yang silam, ketika aku masih sering sekali bermain dadu. Mungkin sekarang pun aku masih suka bermain dadu. Kamu tahu, kan… DADU? Itu lho, DADU. Setiap sisi mukanya berbeda. Berbeda angka, berbeda warna dan berbeda gambar… Bentuknya kotak. Ya, kotak. Ah, benar… Aku jadi ingat tentang kotak. Aku menyimpan sebuah kotak. K-O-T-A-K. Nah, aku akan bercerita tentang kotak itu.

Halo, En! Kamu masih membaca suratku, kan? Ya, terima kasih… Beberapa tahun yang lalu, tiba-tiba saja ada sebuah kotak tergeletak di kamarku. Aku tak tahu siapa yang menaruhnya. Tak ada siapa-siapa di kamarku, tak ada yang bisa memasuki kamarku kecuali atas ijinku. Bahkan Ibuku! Ibuku membenci kotak, segala sesuatu yang berbentuk kotak, sesuatu yang mempunyai sudut sembilanpuluh derajat, Ibuku membencinya (tapi aku tidak akan menceritakan padamu sebab atau alasan kenapa Ibuku membenci kotak, ini rahasia keluarga)

Hihihi, kotak itu warnanya pink! Ya, warnanya pink, dan ukurannya lebih besar sembilan kali lipat dari dadu. Aku benar-benar tak tahu siapa yang menaruhnya di kamarku. Mungkin malaikat yang menaruhnya. Tapi kotak itu tidak ada gambarnya. Setiap sisinya berwarna pink-polos. Tidak ada angka dan tidak ada gambar. Pink! Itu saja.

Halo, En! Kamu tahu, apa isi kotak itu? Ah, benar. mana mungkin kamu tahu. Kamu kan sedang membaca ceritaku.

Kotak itu berisi sesuatu yang bisa membuatku begitu bahagia. Membuat hidupku begitu riang. Setiap hari, aku selalu membukanya, kemudian senyum-senyum sendiri. Kotak itu begitu lucu. Aku menyukainya. Ya, aku menyukainya. Aku tak ingin kehilangan kotak itu. Tapi tiba-tiba saja isi kotak itu hilang. Kenapa?

Aku sedih. Sedih sekali. Aku menangis. Menangis sekali. Tidak ada yang mencuri. Dan tidak dicuri. Isi kotaknya hilang. Halo, En! Aku sedang bersedih. Hatiku menjadi sepi… hidup terasa tak indah lagi… isi kotak itu hilang.

Aku membawa kotak itu ke dalam gudang. Aku sadar, isi kotak itu tidak akan kembali. Tinggal kotak semata, tanpa isi, tanpa arti. Kusimpan kotak itu di gudang. Aku tak ingin membuang kotak itu. Tapi aku simpan di dalam gudang, kukunci rapat-rapat. “Blank!” Begitu bunyi pintu gudang itu kubanting. “Blank!” Agar aku tak bersedih. Agar aku tak mengingatnya lagi. Siapa tahu isinya akan ada lagi. Tiba-tiba saja. Aku berharap sekali. Isi kotak itu akan kembali. Kukatakan kepada temanku-temanku. Kotak pink itu sudah aku buang. Sudah aku bakar. Halo, En! Aku membakar kotak pink itu.

Diam-diam, aku selalu memasuki gudang itu. Padahal, aku paling benci dengan gudang, apalagi berada di dalam gudang. Tapi semenjak gudang itu kujadikan tempat penyimpanan kotak pink, aku jadi betah. Diam-diam, aku sering menangis, berhari-hari di dalam gudang. Kalau aku larut dalam tangisan, aku akan membawa kotak itu ke kamar. Di atas kasur. Kupeluk kotak itu, kutangisi hingga aku letih. Buru-buru kumasukkan kotak itu ke gudang lagi. Isinya memang tak mungkin kembali. “Blank!” Begitu bunyi pintu gudang itu kubanting.

***

Aku pulang. Aku punya kotak baru. Aku membawa kotak baru. Warnanya juga pink. Tapi dua sisinya ada yang berwarna putih dan hitam. Selanjutnya, kotak itu yang selalu menemaniku di kamar. Aku menyebutnya kotak tiga warna. Pernah kubawa kotak-kotak yang lain. Tapi segera kubuang. Aku tak suka. Kalau aku ingin menangis, aku menangis kepada kotak tiga warna itu. Kalau aku ingin marah, aku marah kepada kotak baru itu. Kotak itu temanku sekarang. Kotak pink yang ada di gudang, biar saja membusuk. Aku ingin melupakannya. Tapi ternyata sulit… Tetap saja aku sering masuk gudang. Diam-diam dan memperhatikan isi kotak itu. Tapi tetap saja tak ada isinya. Ah, biarkan saja! Aku sudah punya kotak baru. Kotak tiga warna.

Hariku kembali bersemangat. Kulalui penuh cerita. Kotak tiga warna itu sudah menjadi bagian dari hidupku, sebelum akhirnya terjadi goncangan keras. Bumi berputar-putar. Gemuruh ada di sana-sini. Suara-suara panik berhamburan. Kotak baruku hilang. Hah! Hilang? Kotak barunya hilang. Kotak tiga warnaku hilang. Isinya masih tertinggal di kasur. Tapi kotaknya hilang. Apa ada pencuri? Aku merasa sangat kehilangan. Aku tidak ingin menangis. Tapi aku terlanjur menyukainya. Sudah kukatakan kepada teman-temanku. Kotak itu milikku. Kotak itu ada di kamarku. Tapi kenapa hilang? Halo, En! Kotak itu hilang. Apakah Tuhan mencurinya dariku, tahu malaikat yang marah kepadaku karena telah menelantarkan kotak pink pemberiannya. Ah, malaikat itu kekanak-kanakan sekali. Padahal aku sayang sekali dengan kotak tiga warna itu, ia sudah lama sekali menemaniku. Menghias ruang dan hidupku. Menyemangati hariku. Dan kini kotak itu hilang.

Aneh… Kotak pink yang ada di gudang hilang isinya, sedang kotak tiga warna yang ada di kamar hilang kotaknya. Sungguh, benar-benar aneh!

Halo, En! Apa kamu masih mengikuti ceritaku. Aha! Terima kasih. Menurutmu, apa yang akan aku lakukan jika aku mempunyai satu kotak yang tak ada isinya dan satu isi yang tak ada kotaknya? Aha! Kamu salah! Aku tak akan menyatukan keduanya. Aku tidak akan memasukkan isi yang tak ada kotaknya ke dalam kotak yang tak ada isinya. Ya! Kamu salah! Karena itu tak mungkin bisa.

***

Ah, isi kotak tiga warna ini, apa baiknya kusimpan saja di gudang, ya? Sama seperti kotak pink yang ada di sana. Biar saja membusuk bersama usia. TIDAK! Lebih baik kubakar saja, kubuang dan abunya kusebar di Sungai Gangga. Itu solusi yang tepat! Tapi, untuk kotak pink yang ada di gudang, apa baiknya juga kubakar dan kubuang abunya di Sungai Gangga?

TIDAK! Aku menyukai kotak pink itu. Meski aku selalu dibuat sakit karenanya. Tidak! Kotak pink itu tidak akan pernah kubuang.

***

Aneh.. Aku malah ketemu satu kotak lagi. Kotak itu ada di kolong tempat tidurku. Baunya busuk, warnanya hitam semua, dan isinya kotoran. Aku mengambil kotak hitam itu. Ah, apa mungkin Tuhan hendak menggantikan kotak-kotak kesayanganku dengan kotak hitam ini?
“Aduh!” Kotak hitam itu yang akhirnya selalu menemaniku. Ya, sudah!

***

Halo, En! Aku pergi. Ya, aku pergi. Ketika pulang kembali, kotak hitamku dimaling orang. “Nasib!” Sudah lelah-lelah aku mencari cat warna, sudah letih-letih aku membeli parfum, sudah capek-capek aku mencari pembersih kotoran. Ternyata kotak hitamku digarong orang. Halo, En! Aku capek. Sudahlah, aku tak ingin menangis, membenci dan murka. Biar si Garong itu saja yang merawat kotak hitamku.

***

Aku masih punya satu kotak lagi. Kotak pink yang ada di dalam gudang. Halo, En! Kamu masih ingat kan? Aku tak pernah membuang kotak pink itu! Meski sudah tak ada isinya, tapi aku sangat menyukainya. Aku tak ingin menangis lagi, meski isi kotaknya sudah tak ada. Meski isi kotak itu sepertinya tak mungkin ada. Tak mungkin kumiliki. Tapi aku menyayanginya. Sejujurnya, aku ingin kotak pink itu sempurna dengan isinya, menjadi temanku, menghias ruangku, mengisi hidupku. Tapi sepertinya memang tak mungkin. Ya, sudahlah! Biar kusimpan saja di dalam gudang.

Halo, En! Kamu tahu apa isi kotak pink itu? Isi kotak pink yang hilang bertahun-tahun lalu itu? Halo, En! Apa kamu tahu? Apa kamu mengerti? Haloooooooo!!! Isi kotak itu adalah gambar boneka panda, iya… gambar boneka panda yang kamu hadiahkan untukku di malam perayaan ulang tahunku ke duapuluh empat, di bawah gambar itu tertera sebuah nama, nama yang indah sekali. Nama yang begitu melekat di hatiku, di hidupku, bertahun-tahun lamanya. “En Febrian Dewi” Kamu mengerti, kan?!

Terimakasih, En, kamu telah setia mengikuti derasnya tulisan ini!

Semoga kau selalu mengingatku:
Laki-laki bodoh yang selalu mencintaimu,
tapi tak pernah berani mengatakannya.

***

Surat ini mengantarkan orang yang paling aku cintai pergi ke tempat paling sepi. Tempat terjauh yang paling abadi. En meninggal dalam kecelakaan sewaktu hendak menyusulku ke stasiun Lempuyangan. Ya, tepat dua jam setelah kuberikan tulisan ini di halaman kampus dan aku pamit hendak meninggalkan Yogyakarta untuk selamanya. Ah, En. Apa kau memaafkanku?

Read More......

TeenLit: Alex's Wish

Alex's Wish
oleh: Elcy Anastasia

Sinopsis:

Subjek: Federic Sawa alias Eric. Terlahir sebagai pangeran kegelapan, pewaris takhta Kerajaan Setan Malvera. Tertangkap basah melakukan dosa terbesar kaum setan: berbuat baik. Dihukum turun ke bumi. Tugasnya mendapatkan nyawa cewek remaja, tapi harus dengan kesukarelaan cewek itu.

Target: Alexandra Alfarez, lebih sering disapa Alex, 15 tahun. Hobi naik motor sport dan ikut balapan liar. Jengkel dengan hidupnya yang menyebalkan. Nggak punya Papa dan kerjanya ribut terus sama Mama. Di sekolah dia nggak dianggap penting oleh siapa pun, termasuk sama Kian, cowok gebetannya.

Situasi: Alex berhasil dibujuk Eric nandatanganin kontrak kematiannya dengan imbalan tiga permintaan. Tapi ada satu kesalahan kecil yang luput dari perhatian Eric. Satu kesalahan yang mengancam kesuksesan misinya. Kesalahan yang bisa membatalkan kontrak kematian dan membuat Alex mendapatkan kembali hidupnya...



Read More......

Cerpen: Sajak Bisu untuk Cinta

Sajak Bisu untuk Cinta
oleh: Wahyu Nursamhuda

Aku menunggu sejam yang lalu dalam terik suci mentari hingga mengalunnya rintik sunyi hujan di sore itu. Kudengar hingga kunanti kereta senja yang datang di ufuk timur tiba. Aku pun tak tahu siapa dan mengapa diriku berada di sini dalam keheningan siluet senjamu. Dalam ruang-ruang dimensi atau wujud tiada hendaki cinta bernaung dalam gelora asmara di setiap jiwa anak cucu Adam diciptakan.

Genderang hati ini bertabuh dengan simfoni haru pilu, lalu hancurkan puing-puing hati biru kelabu. Wujud dentuman ornamen melirih kian menderu, sendu, dalam tangisan nian syahdu.

Kucoba warnai hari-hariku bagai rona kehidupan cintaku. Mungkinkah asmara dalam raga bersenandung rindu harus malu pada hamparan luas lautan kian menebar emosi dan tetesan embun dalam hati pelangi biru di langit Lazuard.

Menatap indah cakrawala penuh harapan dan cinta di balik Gunung Fujiyama hanya bersama sosok indahmu. Kutorehkan namamu dalam hati bunga Edelwiss, lalu kulukis cantiknya parasmu dalam beribu ratapan sajak-sajak pelangi. Tepercik kata-kata mimpi, bersungging senyum dewi-dewi cinta. ''Akankah kau pergi tinggalkan diriku sendiri sehingga kau nanti kembali dalam ruang dan dimensi yang lain?'' tanyaku.

''Mungkin biarkan cinta bersemi dalam keabadian seiring ilusi waktu,'' sahut Rose seraya menatap pilu. Sontak aku terpana dan bergemuruh dalam ingar-bingar cintamu.

''Jangan engkau biarkan cinta bersemi dalam ilusi waktu,'' pintaku. ''Mengapa?'' sahutnya seraya memegang tanganku dalam indahnya cakrawala sore itu.

''Karena waktu kian sirna terempas dan tersungkur hingga tercabik prahara kenistaan,'' ujarku.

''Lalu harus dengan apa kubuktikan karena kusungguh mencintaimu dan cintaku tak bersayap seakan malaikat malu menatap keabadian cinta kita,'' pinta Rose penuh kebimbangan.

''Biarlah cinta turun bagai setetes embun dari beribu pelangi yang hiasi kehidupan cinta,'' ujarku singkat.

Kuempaskan kata bertakhta retorika itu dalam ruangan dimensi lain hingga waktu kian sirna dan musnah tersungkur luka. Tercabik prahara dusta, lalu tercekam badai durjana yang tak kunjung reda. Angin-angin sunyi mendendangkan ornamen cinta buatku nian pilu.

"Apa kau tahu, mengapa ombak datang menggema mengikis jiwa-jiwa yang hampa dan badai menyeruak luluh lantak, lalu memorak-porandakan raga-raga tak berdosa dalam siluet senjamu," ungkapku masih bimbanng.

Kupilin waktu tuk beranjak diam dalam heningnya malam dan galaunya hati, mengapa Tuhan kini tak kunjung bantu diriku.

Sang waktu terbungkam prahara kenistaan. Kini pujaan tinggal kenangan dan harapan adalah bualan. Kuhapus cinta setahap demi setahap, namun tak berarti. Kepedihan yang kian kurasa seolah kini tersingkir luka lebam tersedu sedan dalam angan. Namun, kini engkau hadir dan berikan puing-puing cinta dalam tutur lembutmu.

Kereta senja menanti tiap hela napasku, bergulir seiring terempasnya pujaan ke dalam retorika ilusi fatamorgana yang kini hanya tinggal kenangan. Sebuah cinta, hanya sebuah nama di hati.. Bulan pelita gundah gelisah di jiwa sehingga kutermanyun mimpi-mimpi dalam ingar-bingar ilusi. Kisah cintaku penuh penantian kata, dalam sorot sinarnya mulai sayup terangi bekunya hati ini. Pesonanya pahit tuk diterjang seakan tercabik sebilah parang yang tajam dan kejam. ''Mungkinkah sedihku kian meratapi dan menggaru biru kelabu?" ungkapku dalam ringkihan kebisuan.

Kereta senja menanti tiap hela napasku, kumeratap malu lalu embuskan ayat-ayat cinta dalam napas terakhirku. Biarlah cinta sejati bersemi di hati, walau mata terbuka dan tertutup, cintaku kian abadi.

"Kuhapus air mata dalam duka, Kupejamkan mata dalam duka, Kuempaskan raga dalam elegi cintamu, dan Kurentangkan jiwa dalam sukma keabadian.. "

Harusnya kutahu, cinta kian turun seiring gemuruh hujan. Sosok dewi cinta menari-nari berdendang alunan simfoni indah sepanjang masa. Cinta tak mengenal perubahan karena perubahan itu merupakan perjanjian. Sayang, cinta tak mengenal perjanjian.

Kuharap kedamaian yang terpancar dari egomu memberikan sekelumit janji yang lebih indah diungkapkan dengan kebisuan. Beribu kata kian menjerit tuk diucapkan atau memang selalu ada hal indah yang terlupakan dan seharusnya lenyap terbakar egomu...(*)

Read More......

Advertisement

Copyright © 2010 Dufan Blog's All rights reserved.
Wp Theme by Templatesnext . Blogger Template by Anshul