Negeri 5 Menara
oleh: Ahmad Fuadi

Sinopsis:

"Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah berjuang."

Alif Fikri lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan mandi di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya: belajar di pondok.

Mantra sakti "man jadda wajada", artinya "Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses" telah menjadi motivator bagi Alif dalam menuntut ilmu di Pondok Madani (red, Pondok Modern Gontor, Ponorogo, Jatim). Alif bersahabat dengan lima Sahibul Menara yaitu Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka menunggu Maghrib sambil menatap awan lembayung berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Di lima negara yang berbeda, di lima menara impian masing-masing. Yang mereka yakini adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.

"Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang."