Prahara Cinta
oleh: Binu

Hai namaku Sandy. Aku adalah seseorang yang tak peduli dengan perasaan, jatuh cinta atau peduli tentang orang lain. Aku acuh dan ketus. Semua orang hampir sama opininya tentang aku, yaitu aku adalah orang yang sombong. Aku akui diriku memang tak begitu suka dengan puji-pujian maupun sanjungan, aku lebih suka kritikan dan opini tentang aku. Mungkin aku adalah orang yang aneh, tapi jujur aku memang orang yang tak begitu tahu tentang logika orang-orang sekitarku. Mereka seperti tak menganggap diriku ada di sekitar mereka.

Saat itu aku masih berumur 9 tahun, aku terkena penyakit asma. Setiap aku menghirup udara kotor, dadaku terasa sesak dan aliran nafasku seperti tersengal-sengal. Bagi anak seumuranku penyakit asma adalah hal yang tidak wajar. Karena itu dapat mengganggu sistem fisik yang sedang tumbuh dan berkembang. Saat itu aku sedang mengikuti kegiatan ekstra di sekolah, tiba-tiba segerombol anak datang menghampiriku, mereka mengambil alat pernafasanku sambil melempar-lemparkannya ke teman yang satu ke yang lain. Aku berusaha meminta namun gagal, bahkan aku sampai berlari-lari mengejarnya, namun tetap saja gagal bahkan nafasku sulit ku atur sehingga aku terjatuh dan pingsan. Mulai saat itu aku jadi benci dengan orang dan tak mau berkomunikasi dengan orang lain sampai 3 tahun, aku diterapi. Terapi itu sempat memancing suaraku yang selama itu hilang muncul kembali. Namun beberapa bulan kemudian aku kembali mengalami trauma itu sampai pada umurku 14 tahun. Pada waktu umurku 14 tahun, aku diikutkan terapi lagi bagi anak yang sulit bicara. Dari kecil aku seperti tidak mengenal sekolah, karena aku tumbuh tidak normal layaknya anak anak seumuranku. Namun saat aku berumur 12 tahun aku sempat bersekolah di SLB Malang, sampai umurku 14 tahun itu. Aku mulai belajar bicara pada usia 15 tahun dan umur 16 tahun aku baru bisa bicara layaknya anak anak seumuranku. Aku begitu senang namun begitu aku tak banyak berubah seperti sebelum ikut terapi kedua saat itu.

Waktu berganti tahun aku berumur 17 tahun, aku bertemu dengan seorang teman bernama Dean Arga. Dia adalah satu satunya teman yang aku punyai saat itu setelah aku pindah dari SLB dan bersekolah di SMA Negeri 2 Malang. Awal aku bersekolah di sana aku merasa minder namun begitu aku mengenal Dean, aku jadi merasa minderku agak berkurang. Untuk itu aku sering menghabiskan waktu dengannya. Selain itu Dean adalah anak yang pandai nomer 2 di kelasku. Dia sering memberiku motivasi agar aku tidak minder. Dua tahun aku berteman dengan Dean dan kini aku sudah kelas 3, dan dua tahun pula aku bersama dengan yang lainnya. Hingga aku benar benar jatuh cinta dengan Dean. Saat itu Dean memang tidak mengetahui bahwa aku suka dengannya, karena aku tidak mau dia tahu dan pergi meninggalkan aku. Aku hanya memendamnya.

Selang beberapa bulan, Dean mengetahui perubahan sikapku. Aku jadi semakin menjauh. Dia tak terima dengan sikapku, kemudian marah dan pergi meninggalkanku. Saat itu aku hancur dan mencoba meminta maaf namun gagal. Dia tidak mau memaafkanku. Sampai beberapa hari kemudian musibah datang menimpaku. Sebuah mobil sedan hitam menghantamku saat aku berusaha mengejar Dean untuk mencoba meminta maaf. Dia mungkin terkejut karena sebelum aku pingsan aku sempat merasa kalau Dean memikul aku masuk ke dalam mobil sedan yang menabrakku dan mengantarku ke rumah sakit.

Aku tak tahu sudah berapa hari aku dirawat di rumah sakit. Saat itu aku merasa di dimensi lain, aku melihat hamparan tanah yang hijau dan beberapa anak memanggilku untuk bermain. Saat aku melangkahkan kaki, tiba tiba Dean dari belakang menarik lenganku dan mengajakku menjauh dari anak-anak itu. Wajah anak-anak itu menunjukkan kekecewaannya. Namun begitu secercah cahaya menghampiriku dan Dean. Aku tersadar dari komaku.

Aku sempat merasa detak jantungku berhenti, namun setelah itu aku sadar dari komaku. Aku melihat ayah dan bundaku yang masih menungguku di pinggir tempat tidur. Kucoba menoleh ke samping kanan, ada Dean yang memegang tanganku sambil lelap tidur. Entah apa yang aku rasa saat aku melihat dia menemaniku saat itu. Gerakan lemah tanganku membuatnya terbangun dari tidur. Ayah dan bundaku juga ikut terbangun. Mereka semua nampak bahagia melihatku sadar dan siuman. Sewaktu aku menanyakan sejak kapan aku dirawat di rumah sakit, kedua orang tuaku bilang sejak 13 hari yang lalu. Ternyata aku sudah lama tinggal di rumah sakit. Saat aku ingin bangun kaki kiriku terasa lemah dan tak bisa digerakkan, aku mencoba membuka selimut penutupnya dan ternyata kakiku penuh dengan perban. Aku menangis sejadi jadinya. Sedangkan ayah bundaku tidak bisa berbuat apa apa hanya kata sabar yang terucap dari bibir mereka. Aku hancur, putus asa dan hilang semua harapanku. Aku telah cacat.

Beberapa hari kemudian aku sudah diijinkan pulang oleh dokter. Ayah dan bundaku mengiringiku saat Dean medorong kursi rodaku dan membantuku masuk rumah. Saat itu semuanya berubah, akhirnya Dean mengutarakan isi hatinya padaku saat harapan dan impianku sudah musnah. Namun hatiku sudah hancur, aku mengusirnya dari rumah dan melarangnya kembali. Aku benci dia… aku benci dia. Mulai saat itu, aku tak pernah bertemu dengan dia lagi, hampir dua bulan aku tak bertemu, di sekolah pun aku juga tak melihatnya. Dalam hati aku bertanya apa sampai segitunya Dean membenciku. Terakhir aku dengar kabar dia sedang sakit, tapi aku tak tahu dia sakit apa, setahuku selama ini dia hanya punya penyakit pusing. Entah apa yang membuatku merindukannya, sedang dulu aku kecelakaan karena aku hanya ingin meminta maaf dengannya. Namun dia menolaknya, sehingga kini aku cacat. Keinginanku hanya satu menemui orang tua Dean. Sore hari yang mendung aku nekat pergi ke rumah Dean.

Jantungku saat itu terasa berhenti dan urat nadiku terasa terpotong paksa. Ternyata orang yang selama ini dekat denganku yang aku cinta, kini hanya tinggal kenangan saja, hanya tinggal nama, karena orang itu (Dean) kini telah berada di alam yang berbeda, dia telah menghadap Sang Khaliq, karena dia tak kuat menahan rasa sakit di kepalanya akibat kanker otak. Dean meninggal lima hari yang lalu dan aku tak tahu dan keluarganyapun menyembunyikan berita itu. Orang tua Dean hanya memberi tahuku di mana makam Dean dan memberiku sekotak kado besar yang isinya semua barang milik Dean. Di sana tertera namaku dan Dean serta tanggal 21 Nopember 2003. Aku kaget setelah ditambah secarik surat berwarna biru muda ditanganku yang isinya :

Dear : Sandy

Kuharap ini bukanlah akhir aku melihatmu, dan melihat semua waktu yang telah kita lalui bersama. Aku tahu umur bukanlah aku yang mengukur dan waktu yang akan tiba nanti bukan jaga keinginanku. Aku minta maaf sama kamu apabila aku telah membawamu ke duniaku yang hampa, itu dulu saat kamu belum ada di dalam hari-hariku. Namun sekarang engkau akan selalu ada dalam hatiku. Mungkin aku telah salah sama kamu, karena membiarkanmu menjauh dariku, hanya karena kamu tak ingin aku mengetahui perasaan kamu yang sebenarnya. Jujur sejak maupun sebelum kamu menjauhiku, aku sudah merasa yakin bahwa kamu memiliki perasaan padaku. Namun aku pura pura tidak mengetahuinya. Aku malah berbalik menyalahkanmu karena kamu selalu menghindariku. Dengan alasan itulah aku bisa membuatmu sedikit merasa bersalah padaku dan membuatmu selalu dekat denganku. Namun aku tak menyangka, kecelakaan tragis itu membuat kamu kehilangan sebelah kakimu yang normal dan membuatmu membenci diriku lalu mengusirku. Saat itu aku merasa bersalah padamu. Aku malu bertemu denganmu, hingga akhirnya aku menghilang. Sebulan setelah itu, aku sudah merasakan detik-detik terakhir hampir dekat dan aku sengaja menuliskan ini padamu dan membuat foto kita berdua yang ada nama kita berdua lengkap dengan tanggalnya yaitu 21 Nopember 2003. Itu adalah hari saat aku mengungapkan perasaanku padamu dan sekarang aku akan pergi mendahului kamu, aku minta maaf karena mungkin sudah sangat parah kondisiku. Aku mengucapkan terima kasih yang sebesarnya karena dirimu aku punya semangat untuk hidup. Maafkan aku yang telah buat kakimu cedera. MAAF SELAMAT TINGGAL SANDYKU YANG MANIS.

Yang mencintaimu,

DEAN ERGA

Aku tak menyangka ternyata selama ini aku telah salah besar dengan Dean. Ternyata Dean itu baik namun karena penyakitnya tersebut Dean sengaja menjadi anak yang bandel dan egois. Seketika itu air mataku tak dapat terbendung lagi, aku tak kuasa menahan segala rasa. Aku menyesal karena saat aku mengusirnya dulu ternyata saat itu juga aku terakhir melihat Dean dan untuk selamanya. Sesalku tak dapat aku tanggungkan. Aku jatuh sakit dan kondisi tubuhku memburuk. Terpaksa kedua orangtuaku membawaku ke rumah sakit. Pada saat itulah aku jadi tak percaya cinta dan tidakkan jatuh cinta. Karena cinta hidupku sengsara. Sakit rasanya kehilangan orang yang kita cinta. Aku tak inginkan itu lagi, sekarang aku menutup diriku untuk orang lain, aku jadi banyak diam dan menyendiri. Waktu terus berjalan seiring dengan perubahan dalm diriku. Awalnya kedua orang tuaku khawatir, takut kalau kejadian 6 tahun lalu terulang kembali. Beruntung aku menyakinkan ayah bundaku bahwa itu takkan terulang kembali kini, mereka jadi terbiasa. Aku jadi sulit bergaul dan berhubungan dengan masyarakat luar. Sebagian besar waktuku hanya aku habiskan di sekolah dan kamar. Sekarang 90% sikapku kini berubah total, aku jadi lebih banyak menyendiri, jutek, ketus, dan tak ingin tahu orang lain sama orang lain juga tak ingin mengenalku.

Dua tahun kemudian aku masuk kuliah di universitas terkemuka di Jakarta. Satu tahun yang lalu keluargaku pindah ke Jakarta karena tuntutan pekerjaan, kini mereka tinggal bersamaku di sini. Kini aku bisa berkumpul dengan kedua orangtuaku kembali. Aku di universitas tersebut mengambil jurusan kesenian karena menurutku jurusan itu bisa membuatku lebih memahami seni di berbagai kehidupan, termasuk kehidupan masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Aku senang kehidupanku sekarang lebih baik dibanding dulu. Aku jadi tak lagi merepotkan semua orang.

Dua tahun kemudian, aku sudah menjadi seseorang yang sukses yaitu aku menjadi seniman terkenal sekaligus menjadi penasehat direktur yang terkemuka di Jakarta. Ini semua berkat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan-Nya kapadaku, dan berkat bimbingan kedua orangtuaku. Aku sekarang tak lagi kekurangan dan hidup terjamin namun hanya satu yang tak kupunyai yaitu……

Dan aku hanya pasrah pada-Nya semoga dia membukakan pintu hatiku yang hampa karena lukaku dulu. Amin.